Jumat, 25 Juli 2008

Berita bersambung



* Pengakuan Pelajar Banyuwangi Yang Nyambi Bisnis Birahi (1)
Demi Gaya Hidup dan Kepuasan Seks

“Pelajar Nyambi Jadi PSK? Wah di sini banyak sekali mas.” Kata-kata itu meluncur dari bibir seorang siswi SMA di Banyuwangi yang selama ini menekuni bisnis esek-esek bersama teman-temannya. Bagaimana lika-liku pelajar ini menggeluti bisnis birahinya itu? Ikuti hasil penelusuran Wartawan Memorandum Timur di Banyuwangi, Udin Yusufi yang ditulis secara bersambung.

Masih segar dalam ingatan, seorang oknum guru, terekam kamera handphone sedang beradegan syur dengan mantan siswinya. Keduanya terlibat permainan ranjang yang sepatutnya dilakukan oleh sepasang suami istri yang sah. Beredarnya video seronok itu pun menggemparkan dunia pendidikan Banyuwangi.
Sebenarnya, apa yang terjadi dengan dunia pendidikan saat ini sehingga kasus pencabulan terhadap sejumlah pelajar marak terjadi? Padahal, sekolah merupakan tempat pendidikan berbagai disiplin ilmu. Tak terkecuali, pendidikan agama. Mata pelajaran rohani itu juga diajarkan kepada para siswa agar menjadi pelajar bisa menjadi manusia yang beradab.
Rupanya, pelajaran agama di sekolah itu tidak mampu membendung arus perubahan kejiwaan dan pola pikir pelajar. Kehidupan bebas yang dianut sebagian kaum pelajar beberapa tahun terakhir cukup mengkhawtirkan. Mulai kebebasan berprilaku hingga kebebasan berhubungan dengan lawan jenis.
Contoh kasus, kepada Memo, salah seorang pelajar SMA berinisial Yn, asal kecamatan Bangorejo mengaku menekuni profesi ganda. Selain sebagai pelajar, ia juga nyambi menekuni bisnis esek-esek.
Sepulang dari sekolah, Yn tidak pulang ke rumah. Bersama Datul (nama samaran) rekannya satu sekolah, mereka menyewa rumah kos. Kebetulan, rumah kos tempat tinggal mereka dekat dengan sebuah hotel kelas melati yang ada di kota Jajag.
Yn mengaku, tempat kos itu hanya tempat persinggahan saja. Rumah kontrakan itu sekedar tempat ganti baju dan istirahat sementara. Ia dan Datul lebih banyak menghabiskan waktu di hotel. Di sana, dia mengaku mendapatkan sebuah kebahagian dari gaya hidup layaknya orang berada.
Dalam semalam, Yn maupun Datul mampu melayani pria hidung belang 3-4 kali. Satu kali boking untuk waktu panjang, mereka bisa mengantongi uang 300-500 ribu rupiah.
“Rata-rata, harganya memang segitu. Itu belum termasuk tips yang diberikan sang tamu. Kalau kita bisa servis mereka sampai puas, tipsnya lumayan juga,” ujar Datul tanpa malu-malu.
Mudahnya mendapatkan rupiah membuat keduanya terus terlena dalam kehidupan kelam. Selain bisa mengantongi uang jutaan rupiah dalam semalam, mereka juga mendapatkan kepuasan. Kepuasan dalam bentuk materi karena sering ditraktir makan oleh lelaki yang memboking mereka.
Selain itu, Yn maupun Datul juga mengaku mendapatkan kepuasan sebagai seorang wanita normal. Meski usianya belum cukup dewasa, tapi kebiasaan itu membuatnya ketagihan.
”Jujur, pekerjaan ini mudah mendatangkan uang. Tapi, lebih dari itu, kepuasan rohani juga terpenuhi, bahkan lebih,” timpal Yn.
Ungkapan mereka menunjukkan pergeseran tujuan. Jika dulu orang terseret menekuni bisnis esek-esek karena faktor ekonomi. Saat ini, tujuan itu bergeser pada kepuasan rohani semata.
Datul mengaku, sebelum terjun ke bisnis esek-esek, ia telah berulang kali melakukan hubungan badan. Hubungan intim itu ia lakukan bersama mantan pacarnya. Semenjak itu, ia mengaku ketagihan.
Setelah putus dengan sang pacar, Datul mengaku bingung menyalurkan hasratnya. Sebagai pelampiasan, ia pun rela menekuni pekerjaan itu. Hingga akhirnya, pekerjaan itu terasa berat untuk ditinggalkan. Berat karena mudah untuk meraup uang. Selain itu, gaya hidup kelas atas sangat berat untuk ditinggalkan mengingat hal itu adalah idaman masa kecilnya. (bersambung)

Tidak ada komentar: